Subscribe:

Sabtu, 08 Mei 2010

Rasul Filipus

Dalam daftar nama duabelas rasul, nama Filipus selalu ditempatkan pada urutan kelima, yakni setelah pasangan Simon Petrus dan Andreas, serta Yakobus dan Yohanes (Mat. 10:3; Mark. 3:18; Luk. 6:14).
Menurut penuturan Yohanes, pada waktu Yohanes Pembaptis bersaksi tentang Kristus: “Lihatlah Anak domba Bapa, yang menghapus dosa dunia,” maka dua orang muridnya langsung mengikuti Kristus; dan salah satu di antaranya ialah Andreas. Karena yang empunya cerita adalah Yohanes, maka beralasan untuk disimpulkan bahwa murid yang tidak disebut namanya itu, pasti adalah Yohanes sendiri.
Perkenalan kita dengan Filipus, menurut kisah Yohanes, dimulai dengan identifikasi lokasi kampung nelayan Betsaida. Letaknya di timurlaut danau Galilea, yang kemudian berkembang menjadi sebuah kota kecil. Itulah kota asal Andreas dan Petrus bersaudara, tetapi juga tempat bermukim Filipus.
Yang unik dalam relasi Kristus dengan Filipus, ialah bahwa hubungan itu dimulai dengan suatu ajakan singkat, karena terdiri dari hanya dua patah kata: “Ikutlah Aku” (Yoh. 1:43). Filipus demikian yakin, sehingga tanpa ragu-ragu langsung menerima ajakan itu. Tetapi sekaligus dia juga menyadari bahwa lonjakan sukacita yang dirasakannya itu sudah sepatutnya dibagi dengan orang lain. Oleh karena itu ia pun mengajak Natanael.
Percakapan antara Natanael dan Filipus memberikan kesempatan untuk mengenal pribadinya dari dekat, yakni sebagai orang yang selalu tanggap dan memiliki kejernihan berpikir. Pembawaan itu memampukannya untuk langsung mengenali persoalan (problem recognition). Tetapi tidak sampai di situ saja. Karena kemampuan itu memungkinkannya dengan cepat mencari dan menemukan kunci penyelesaian (problem solving). Di dalam pergaulan sesehari orang demikian itu biasanya diberikan predikat yang bermakna pemecah persoalan (troubleshooter).
Baiklah fokus kita diarahkan kepada kasus pertama Filipus, yakni masalah Natanael, yang berpendapat: “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?” Kejernihan berpikir Filipus langsung membuatnya mengenali masalah, bahwa tidak ada manfaatnya berdebat kusir dengan Natanael. Maka solusi yang diberikannya, ialah: “Mari dan lihatlah!” Ternyata benar antisipasi Filipus. Percakapan dengan Kristus berhasil merombak seluruh pola berpikir lama dan diganti paradigma baru, yang disimpulkan sendiri oleh Natanael, katanya: “Rabi, Engkau Anak Bapa, Engkau Raja orang Israel.”
Kasus berikut adalah mujizat pemberian makan kepada lima ribu orang (Yoh. 6: 1-15). Pemecahan masalah diminta Kristus dari Filipus, yang kontan menjawab: “Roti seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk mereka ini, sekali pun masing-masing mendapat sepotong kecil saja.” Suatu jawaban yang rasional, terarah dan tepat sekali, karena mengenai inti permasalahan.
Penalaran Filipus memang benar, bahwa tidak mungkin ada solusi atas persoalan yang diajukan Kristus. Tetapi justru reaksi itulah sengaja dipancing Kristus, karena: “Hal itu dikatakan-Nya untuk mencoba dia, sebab Ia sendiri tahu, apa yang hendak dilakukan-Nya.” Dengan demikian, Filipus dan semua yang hadir dapat melihat dan menjadi saksi suatu peristiwa di luar jangkauan rasio mereka. Mujizat itu dilakukan Kristus, karena: “Inilah pekerjaan yang dikehendaki Bapa, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Bapa.”
Penampilan Filipus selanjutnya adalah setelah peristiwa Kristus dielu-elukan di Yerusalem. Pada kesempatan itu (Yoh. 12:20-22) ada beberapa orang Yunani yang mendekatinya dengan permintaan: “Tuan, kami ingin bertemu dengan Yesus.” Perannya sebagai troubleshooter kembali muncul di permukaan, karena sifatnya sebagai orang mudah didekati oleh mereka yang membutuhkan pertolongan. Dapat juga diambil kesimpulan, bahwa orang Betsaidi ini ternyata menguasai dan dapat berbicara bahasa Yunani.
Injil Yohanes mengungkapkan percakapan yang berisikan pesan-pesan terakhir, menjelang penangkapan Kristus (Yoh. 14:1-31). Menanggapi pernyataan Kristus kepada Tomas, bahwa: “Tidak seorang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku,” maka Filipus pun melakukan interupsi. Dia pasti mengharapkan bahwa kesempatan ini dapat memberikan kepadanya suatu penglihatan bermakna wahyu, yakni menyaksikan kemuliaan Bapa Bapa. Oleh karenanya Filipus minta: “Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami.”
Pertanyaan itu mengingatkan kita akan permintaan Musa kepada Tuhan: “Perlihatkanlah kemuliaan-Mu kepadaku.” (Kel. 33:18). Tetapi Kristus dengan tangkas menjelaskan tentang inkarnasi-Nya seraya menjawab, bahwa: “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa.”
Itulah perjumpaan dan perkenalan kita dengan rasul Filipus, yang setelah melaksanakan Amanat Agung di mana-mana, menurut tradisi ia meninggal dalam usia lanjut di Hierapolis, nama kota yang disebut rasul Paulus dalam kaitan dengan sahabatnya, Epafras (Kol. 4:13).
sumber :gkipi.org

0 komentar:

Posting Komentar